Archive for the ‘Figure’ Category

Gary Moore (www.decibelmagazine.com)

Publik musik telah kehilangan salah satu gitaris blues-rock legendaris yang menjadi panutan banyak gitaris dunia. Nama-nama besar seperti Kirk Hammett, Zakk Wylde, Randy Rhoads, John Sykes, Vivian Campbell, Adrian Smith, hingga John Norum, konon telah banyak terpengaruh gaya permainan gitar sang legenda ini.

Robert William Gary Moore, nama asli pria berdarah Irlandia ini dilahirkan di Belfast, 4 April 1952. Tadinya, ia berangkat ke Estepona, Spanyol untuk liburan sebelum memulai proses rekaman untuk album barunya. Ia baru saja membeli sebuah gitar baru untuk digunakan saat proses rekaman serta di tur dunia yang rencananya digelar tahun 2011 ini. Namun nasib berkata lain. Gary menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Minggu, 6 Februari 2011 setelah mengalami serangan jantung saat tertidur di kamar hotel Kempinski.

Ketertarikan Gary pada gitar berawal sejak masih berusia 8 tahun. Enam tahun kemudian, ia beralih dari gitar akustik ke elektrik dan mulai sering mendengarkan lagu-lagu milik Albert King, Elvis Presley, The Shadows hingga The Beatles. Setelah berusia 16 tahun, ia pindah ke Dublin. Di sana, referensi musik Gary makin berkembang. Ia terpesona dengan gaya permainan Jimi Hendrix, Eric Clapton di John Mayall’s Bluesbraeakers serta Peter Green (Fleetwood Mac). Disinyalir sejak saat itulah pondasi blues pada permainan Gary mulai mengental.

Karir profesional Gary mulai menonjol setelah bergabung dengan sebuah grup bernama Skid Row (bukan band hard rock asal Amerika yang diperkuat vokalis Sebastian Bach). Kemudian pada tahun 1973, ia direkrut untuk menjadi gitaris tetap di band legendaris, Thin Lizzy. Pada tahun 1974, Gary sempat keluar dari band tersebut, namun kembali bergabung empat tahun kemudian. Bersama Thin Lizzy, Gary berhasil menelurkan salah satu album terbaik mereka sepanjang masa, berjudul “Black Rose: A Rock Legend” (1979).

Juli 1979, Gary sekali lagi keluar dari Thin Lizzy, namun tetap menjaga hubungan baik dengan Phil Lynott, sang vokalis yang sekaligus bassis band tersebut. Phil adalah orang yang turut membantu proses produksi debut solo Gary yang berjudul “Grinding Stone” (1973). Bahkan, kerjasama mereka berlanjut di album kedua Gary, “Back On The Streets” (1978) yang salah satu lagunya, “Parisienne Walkways” berhasil masuk jajaran 10 besar single terlaris di Inggris pada masa itu.

Hingga tahun 1989, Gary berhasil melahirkan Sembilan album solo yang yang berorientasi rock dengan permainan gitar shredding dan menghasilkan cukup banyak hits rock klasik. Di antaranya adalah “Out In The Fields”, “Empty Rooms”, “After The War”, “Cold Day In Hell”, “Wild Frontier”, “Friday On My Mind”, “Over The Hills And Far Away”, serta komposisi instrumental apik, “The Loner”.

Mengawali dekade 90-an, Gary berhasil menembus panggung mainstream di Amerika – setelah sebelumnya lebih popular di belahan Eropa – lewat album “Still Got The Blues” yang sangat kental dengan olahan blues-rock pada musiknya. Di album ini Gary melibatkan kontribusi tiga gitaris veteran yaitu Albert King, Albert Collins dan George Harrison. Sejak itu, Gary berkonsentrasi memainkan format blues-rock di album-album berikutnya.

Ozzy Osbourne juga merupakan salah satu musisi yang sangat mengenal sosok Gary. Maklum, Gary pernah bergabung dalam manajemen Sharon Osbourne, istri Ozzy. Bahkan, Gary sempat ditawari untuk menjadi gitaris tetap Ozzy, menggantikan mendiang Randy Rhoads, namun tawaran itu ditolaknya. “Saya sudah mengenal Gary Moore sejak lama. Saya mendapat kehormatan dan merasa senang bisa terlibat di albumnya, After The War, di lagu yang berjudul Led Clones. Kematiannya adalah sebuah kehilangan yang tragis. Kita telah kehilangan musisi fenomenal dan seorang sahabat yang baik. Rest in peace, Gary,” tutur Ozzy kepada majalah Classic Rock. (**)

Modern Blues

Pola permainan gitar Gary, terutama saat mengibarkan Skid Row, diakuinya sangat terpengaruh gaya permainan Peter Green, orang yang berjasa membantunya mendapat kontrak rekaman. Gitar andalan Gary, yakni Gibson Les Paul ’59 pun dibelinya dari Peter. Bahkan di salah satu album solonya, “Blues For Greeny” (1995), Gary secara khusus memainkan ulang lagu-lagu ciptaan Peter. “Di sini saya meniru habis tone gitar Peter semirip mungkin,” ungkap Gary, yang dikutip dari wawancaranya dengan majalah Guitar Player.

Namun ketika menjalani karir solonya, Gary tak ingin terjebak pada pakem standar sound gitar seorang gitaris blues. Terutama di era setelah dirilisnya album “Still Got The Blues”. Gary mengakui tak ingin seperti Eric Clapton misalnya, di era 60-an, atau sekadar mengekor gitaris-gitaris blues yang sudah ada. Ia ingin punya ciri khas sendiri. “Jadi saya memutuskan untuk lebih menonjolkan unsur gitar rock. Saya mencoba untuk lebih modern.”. (***)

  • Sumber: Majalah Gitarplus.


Regina Spektor (Bonnaroo Festival, 2010). Foto oleh: Shantel Mitchell.

Disadur dari: http://www.npr.org
Regina Spektor
, penyanyi-penulis lagu kelahiran Rusia namun dibesarkan di Bronx, New York ini memiliki kesamaan talenta dengan Tori Amos dalam melantunkan kelembutan, kesenduan, dan keunikan yang sungguh berkesan dalam nada yang mendesah. Namun kepekaan pop Spektor lebih tajam daripada sejumlah pendahulunya yang lebih tenar: Ia memiliki segenap karangan lirik tanpa cela dengan iringan kehangatan lugas dan sisi cerah yang kentara, menunjukkan kepandaian bermusik serta kemampuannya mencipta nada-nada elastis, baik saat merindukan kenangan yang memudar atau bagai keriangan kawanan lumba-lumba. Album Spektor terbaru, “Far” yang dirilis tahun 2009, adalah sebuah karya luar biasa yang berciri eksentrisitas dan aksesibilitas suaranya. Mari dengarkan penampilan Regina Spektor dari Festival Musik Bonnaroo di Manchester, Tennessee. (Fargo/BGN)